Senin, 11 April 2011

KENDURI CINTA MELANGKAH BERSAMA 08/04/2011 TIM JAKARTA

KENDURI CINTA  08/04/2011 TIM


"MELANGKAH BERSAMA" - Reportase Kenduri Cinta April 2011

Ditulis Oleh: Red KC/Ratri Dian Ariani

Setelah diawali dengan bacaan Al-Quran surah Al-Baqarah : 177 sampai akhir juz 2, Kenduri Cinta bulan April memasuki prolog mengenai judul kali ini. Melangkah bersama bukanlah tentang persamaan langkah. Mau kaki kanan duluan, mau kaki kiri duluan, itunggak masalah : yang terpenting adalah kita sama-sama sampai di tujuan.

Apa yang dimaksud dengan konsepsi globalisasi? Kadang kita membenci Pak SBY tapi dengan cara globalisasi juga. Orang India, Ashoka, telah merekonstruksi ramalan Nostradamus tentang perang modern. Orang Sikh mengatakan bahwa ada matahari, bulan, bintang, yang bisa digunakan sebagai simbol untuk bangsa-bangsa. Hal yang sama juga digambarkan di Keraton Solo. Pertanyaannya adalah: Kita bangsa apa? Matahari (Arya)? Bintang? Bulan?

Majapahit telah melakukan strategi pangkalan perang: kalo masuk Timur Tengah lewat mana, kalo masuk Afrika lewat mana, dan sebagainya. Ada orang Moor, ada Shakespeare yang kemudian menulis drama Othello. Bagaimana hubungan antara hal-hal tersebut? Apakah memang benar ada komunitas Jawa di sana, yang kemudian masuk ke Maya dan terefleksi di Candi Cetho? Bagaimana kita bisa mendialektikkan konteks penemuan yang akan ditemukan oleh bangsa kita? Di puncak Gunung Tidar ada Syekh Subakir, staf ahlinyaSamaratungga; di Kediri abad XI ada Jayabaya yang mempunya ulama khusus yaitu Syekh Samsujen dari Persia. Kita harus bisa menemukan formulasi bahwa ternyata untuk memasuki Negara ini harus diutus orang-orang yang mempunyai kekuatan. Ada pepatah bahwa orang Yahudi kalah spiritual dengan orang Persia, sedangkan orang Persia kalahsama orang Timur. Nha, pertanyaannya adalah: siapa orang Timur itu?


Kenduri Cinta April 2011Kenduri Cinta April 2011


Agung Pambudi, seorang budayawan dari Komunitas Adiluhung Nusantara, membuka sesinya dengan melontarkan pertanyaan: Siapa yang mau melangkah bersama?




Tujuan hidup kita di dunia tidak lain adalah untuk hidup ITU SENDIRI .yaitu Sang MAHA HIDUP yg ada dalam Pribadi kita,didalam jiwa kita. Orang jawa menyebutnya sebagai sangkan paraning dumadi. Sebelum ada Nur Tajalli, belum ada Nur Muhammad, dan ketika itu Allah belum bisa disebut asma-Nya. Kenapa ada 7 hari, 7 lapis langit,dan 7 lapis bumi, 7 ayat ,7 aspek jiwa dll: hal itu dijelaskan dalam Al-Quran surah Ar-Rahman, 
  33.    Yaa ma’syaral jinni wal insi inistatha’tum an tanfudzuu min aqthaaris samaawaati wal ardhi fanfudzuu laa tanfudzuuna illaa bi sulthaan 
hai jamaah jin dan manusia,tidak akan dapat engkau menembus 7 lapis langit dan bumi ,berkecuali dengan sulton.
Nabi Adam (orang jawa menyebutnya Sanghyang Adama) menurunkan Nabi Sis (Sanghyang Sita) yang kemudian menurunkan Anwar dan Anwas. Mereka berdua melahirkan dua trah, yaitu trah para Nabi dan trah para Dewa. Sanghyang Nurcahya mempunyai putra Sanghyang Nurrasa yang kemudian melahirkan Sanghyang Wenang danSanghyang Wening. Sanghyang Wenang menurunkan sang hyang tunggal ,sang hyang tunggal menurunkan SemarTogog, dan Manikmaya; sedangkan Sanghyang Wening melahirkan Darmasuci yang menemani Yudhistira menuju Nirwana. Sanghyang Wenang terus menurunkan janmus Kalimasada pada Sanghyang Tunggal. Sanghyang Tunggal melahirkan Ismaya, Togog, dan Sanghyang Guru (yang menurut pendiri NU dialah Dajjal). Pada waktu kelahiran Nabi Isa, Junggring Salaka kocar-kacir.

Kemudian muncul LemurianAtlantik, peradaban Mesir Kuno di Afrika, Mesopotamia, danHarappa. Cak Nun sudah merekonstruksi hal-hal itu dalam Tikungan Iblis.

“Kita tidak ada upaya  untuk menjustifikasi siapa-siapa. Kita tidak akan mengatakan bahwa SBY harus di-impeach, tapi kalau memang begitu yang terjadi ya mau gimana lagi. Kita juda tidak sedang mengatakan bahwa Negara ini sudah baik.”



Cak Mono, tokoh teokreasi yang juga hadir sebagai pembicara, terlebih dahulu memaparkan apa yang dimaksud dengan ‘teokreasi’. Dalam lingkaran Maiyah, teokreasi sekadar pelengkap saja. Segitiga Maiyah adalah : bersama Allah (teologi; yang dilambangkan oleh nabi Musa), bersama manusia (teokrasi; disimbolkan oleh Nabi Sulaiman), dan bersama Nabi Muhammad (teosofi). Tiga hal ini adal dalam tataran-tataran ideologis.

Teokreasi adalah konsep bahwa setiap yang kita ciptakan harus mengandung landasan-landasan ruh kasih sayang Allah dalam segi kebermanfaatannya. Dimulai dengan niteni,kemudian niroake, dan setelah itu nambah-nambahi. Dalam tataran yang lebih teoritik : tesa, protesa (tidak sepakat dengan ‘antitesa’; di sini ada brainstorming dan outsourcingide), dan kemudian sampai pada sintesa. Kalau secara ideal kita sudah punya tiga teo, kita lengkapi dengan teokreasi.

Ada hubungan sejarah yang kuat antara Maiyah dan kaffaah. Pada 929 Masehi di daerah Turian di sekitar Nganjuk ada Mpu Syahidiyah. Beliau meminta lahan kepada Mpu Sindok. Dalam awal pendirian Kerajaan Medang ada pluralisme. Pada saat itu Mpu Syahidiyahmenjadi titik tolak bagi legitimasi spiritual Mpu Sindok.


Emha Ainun Nadjib, Syekh Nursamad Kamba, dan Ust. WijayantoEmha Ainun Nadjib, Syekh Nursamad Kamba, dan Ust. Wijayanto


Pembicara berikutnya, Gufron, memberikan paparan yang menarik mengenai optimalisasi otak tengah dalam konteks ketauhidan. Ada paradigma bahwa otak bisa memahami sesuatu di mana yang dipahami itu menjadi dasar bagi seseorang untuk menjalani hidupnya.

Bicara masalah anatomi, volume otak manusia adalah 2% dari keseluruhan berat badan manusia; di sisi lain kebutuhan makannya mencapai 25% dari kebutuhan makan seluru badan. Otak tersusun oleh 30 miliar syaraf/neuron dan mempunyai kapasitas memori antara 30 sampai 70 triliun GigaBytes. Semua hal yang dirasakan pancaindera oleh otak ditransfer menjadi energi listrik. Otak memiliki kemampuan 10.000 kali kemampuan komputer paling canggih saat ini. Otak memiliki 70 sampai 100 triliun pola pikir tak terhingga yang setara dengan 500 ensiklopedia.

Aktivasi sel menghasilkan gelombang otak yang dinamakan brainwave, yang jenis dan sifatnya bermacam-macam. Ketika seseorang mengaktifkan gelombang Beta (berada dalam kondisi serius), penyerapan informasinya sekitar 50%, dan setelah disimpan selama 48 jam dalam hipocampus akan tersisa 5%-nya. Gelombang Beta ini memacu hormon Adrenalin, yang kemudian akan memacu hormon Kortisol yang bersifat merusak memori. Ketika seseorang belajar dalam suasana yang menyenangkan, gelombang otak yang aktif adalah gelombang Alfa. Gelombang ini bersifat menyerap informasi sebesar 70%, dan setelah 48 jam menyisakan memori sebesar 25%. Gelombang Teta merupakan gelombang yang terjadi pada seseorang yang jenius/indigo (dalam bahasa pesantren disebut sebagai orang yang punya laduni). Orang-orang jenis ini belajar lewat resonansi, sehingga tampaknya dia tidak perlu melalui proses belajar untuk menjadi pintar. Gelombang otak dapat direkam dengan menggunakan Electroenchepalograph (EEG). Antara syaraf otak yang satu dengan yang lain ada jarak yang disebut sinaps. Proses belajar adalah proses untuk menyeberangi sinaps ini dan membuat hubungan antarsyaraf. Semakin banyak neuron yang nyambung, semakin pintar pula orang tersebut.

Ada dua metode untuk mengoptimalisasikan kerja otak, yaitu melalui resonansi dan stimulasi. M. Morgan dalam bukunya The Midbrain (diterbitkan oleh Chelsea House,Philadelphia pada 2006) membahas Frequency Following Response (FFR).

Rasulullah menerima wahyu dalam bunyi lonceng yang gemerincing. Berapa frekuensinya, amplitudonya, dan desibelnya? Samakah dengan yang digunakan dalam FFR?



Indra Munaswar dari Asosiasi Pekerja (ASPEK), bersama dengan rekannya Bung Surya Chandra dari LSM Perburuhan TURC di Pejompongan, membahas Sistem jaminan Sosial Negara (SJSN) yang merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tapi sampai saat ini tidak juga dijalankan. Oleh karena itu, Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) yang terdiri dari 66 elemen mulai dari serikat buruh, nelayan, sampai mahasiswa, menempuh upaya-upaya supaya pemerintah menjalankan sistem jaminan sosial tersebut.

Jaminan sosial masuk dalam wilayah sila kelima Pancasila, batang tubuh UUD 45 Pasal 25A ayat (3), Pasal 34 ayat (2) , dan Pasal 28I ayat (4). Dalam hukum, seharusnya Negara memberikan jaminan sosial kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali, yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, sampai jaminan kematian.

Jamkesmas yang dijalankan Pemerintah sekarang itu sifatnya charity, yang besarannya bisa ditambah, bisa dikurangi, bahkan bisa juga hilang. Menjelang musim Pemilu ada BLT, tapi sekarang?

Berbeda dengan konsep bantuan sosial di mana uang yang kita keluarkan untuk biaya rumah sakit mendapat penggantian, SJSN yang pertama kali digagas oleh Gus Dur ini menyediakan jaminan bahkan ketika kita belum sakit.



Setelah beberapa lagu dari Dik Doank dan kawan-kawan dari Kandank Jurank Doank, Cak Nun menyapa para jamaah, “Anda berkumpul di sini ini bukan produk Indonesia, karena di Indonesia orang berkumpul itu sama-sama karena menginginkan laba yang lebih banyak. Anda ke sini ini produk Allah.”

“Saya tadi di LP Cipinang 4 jam, dan Anda nggak perlu tahu saya ngapain di sana. Pertanyaan saya adalah menurut Anda ketua PSSI itu baiknya siapa? Nomer dua, apa pendapat Anda ketika PSSI yang dianggap tidak kredibel kemudian mempersilahkan FIFA untuk membentuk komite yang bisa melahirkan kepengurusan baru? Kalo FIFA kita persilahkan untuk membentuk PSSI lagi, sebaiknya jangan cuma di sepakbola karena Nurdin Khalid ada di semua lini. Apakah Anda ikut mengutuk Nurdin? Sebaiknya jangan, karena dia sudah lebih dari dikutuk banyak orang. Kalo FIFA Anda persilahkan bikin PSSI, kenapa Anda tidak nyuruh PBB bikin Republik Indonesia? Berapa kadar kesalahan Nurdin dibanding yang lain? Bagaimana rapot Nurdin dibanding yang lain? Yang lain malah nggak munggah, nggak oleh rapot iya?”

“Indonesia itu sedang berada di puncak lupa, di puncak kegilaan (junuun), di puncak alpa. Kenapa Merak macet? Apakah Anda pernah mencari tahu kapitalisasi kemacetan? Bisa nggak orang yang memegang hak membuka dan menutup jalan itu mempelajari kapitalisasi kemacetan? Bisa nggak jalan dikapitalisasikan? Porong Sidoarjo itu kapitalisasi lokal. Mungkin nggak ada kapitalisasi kemacetan dalam skala global yang menghasilkan omset sekian besar?”



“Di Maiyah tidak perlu ada bahasa-bahasa yang bahaya secara hukum. Ini dari tadi Cuma seumpama kok. Kalo misalnya ada investor dari China umpamanya, masuk dengan membawa 24 triliun; dengan budaya birokrasi Indonesia, mungkin nggak kalo dia membuat kesepakatan bahwa jika proyeknya diijinkan bakal ada bagian sebesar 3 triliiun yang bisa langsung masuk untuk membiayai Pemilu tahun 2014?” -- “Tolong melihat apa saja yang ada di Indonesia; berpikir itu jangan cuma berpikir ganda tapi juga berpikirlah eskalatif.”

“Info dari Mas Ian L. Betts, Amerika sedang mengembangkan ilmu baru yang namanyaNoetic – sebuah ilmu mengenai kekuatan pikiran. Allah berkali-kali menagihmu untuk berpikir, karena akalmu adalah wakil otoritasmu dalam menjalani hidup. Afala ta’qiluun, afala tatafakkaruun...”

“Wahai Dunia, aku cinta sama kamu, cinta sama makananmu, aku cinta mall, aku cinta pohon-pohonmu, aku cinta kepadamu Dunia, tapi maaf Dunia, jangan tunggu aku untuk melamarmu, karena aku tak tinggal di sini. Aku hanya lewat di sini. Masak mau benci dunia, awan, laut, langit, tanah? Tapi aku nggak bisa kawin sama kamu. Kita cuma pacaran sementara. Engkau cuma terminal sementara. Engkau cuma aku taruh di genggaman tanganku.”

“Setelah proses penciptaan, Allah menyuruh Izrail untuk mberesin Homo Erectus dan menyiapkan transformasi. Allah mengatakan dan mengajarkan pada Adam nama-nama dari setiap benda kemudian si manusia diuji untuk menyebutkannya di depan malaikat. Nama yang manakah yang diajarkan Allah kepada Adam itu?”

“Nama-nama benda merupakan evolusi dari cara-cara masyarakat menyebut benda yang kemudian disepakati bersama. Jadi nama benda-benda itu bikinan manusia to? Terus yang diajarkan Allah kepada Adam itu nama-nama apa? Kan waktu itu belum ada komunitas yang berproses?”

“Membaca itu yang nomor satu bukanlah literer, melainkan membaca fakta-fakta yang ada di alam. Inilah intisari dari perintah ‘Iqraa’. Tapi ada satu hal yang bisa kita pelajari, yaitu bahwa nama itu sangat penting, dan oleh karena itu harus kita perhatikan benar-benar.”



Mas Chandra yang telah berpuluh tahun melakukan riset dalam hal nama dan simbol, membuka uraiannya dengan mengatakan bahwa wajar saja kalau di tahun 2011 ini kesebelasan kita morat-marit.

“Dari tahun 1985 sudah kami sampaikan bahwa logo PSSI itu artinya menyerah, dan saya tawarkan untuk memperbaikinya.” -- “Penderitaan Iblis dimulai dari ketidakmauannya menghargai nama-nama. Begitu juga yang terjadi pada bangsa kita yang telah mempermainkan nama-nama.”

 “Apa arti dari kata ‘Indonesia’? Apakah memang boleh sesuatu yang tidak punya arti didoakan? Kata ‘Indonesia’ digagas oleh seorang Belanda pada 1855 untuk menggantikan nama ‘Hindia belanda’. Di antara 66 nama negeri (kerajaan) yang dari dulu ada di Nusantara, nama inilah yang paling tidak nyambung. Bahkan di dalam lagu kebangsaan, kita pun sebenarnya tidak mengakui ‘Indonesia’, karena yang kita doakan supaya terus hidup adalah ‘Indonesia Raya’.”

Berdasarkan penelitiannya, Mas Chandra menemukan bahwa kata-kata memiliki ‘saudara’ dan ternyata ‘saudara’ dari kata ‘Indonesia’ adalah ‘Argentina’. Mereka sama-sama terdiri dari 9 huruf, mempunyai dua huruf ‘n’, satu huruf ‘e’. Dan ternyata kelakuan dari dua negara itu hampir sama. Argentna merdeka ketika Portugis kalah, Indonesia merdeka ketika Jepang kalah. Argentina punya tarian tango, Indonesia punya tarian kecak dan lain-lain. Keduanya sama-sama menjadi tempat berkumpulnya banyak bangsa, sama-sama pernah menjadi negara paling makmur di dunia, sama-sama pernah dipimpin rezim militer, dan kini keduanya menduduki peringkat satu dan dua dalam hal utang terbanyak.

Dalam buku “Selamat Tinggal Indonesia” yang terbit pada 2003, Mas Chandra menggambarkan bahwa kata ‘Indo’ mempunyai arti warga negara keturunan yang ada di Indonesia, sedangkan ‘Nesia’ adalah bagian lupa ingatan. Jadi ‘Indonesia’ berarti warga negara keturunan yang lupa ingatan?

Betapa pentingnya arti dari sebuah nama sehingga selama 15 tahun nama-nama kota di China terus diperbaiki. Kalaupun tidak diperbaiki namanya, yang diperbaiki adalah hurufnya.

Di samping soal nama, kita juga punya kesalahan dalam simbol Negara. Kepalanya yang melawan arah jarum jam, menimbulkan makna bahwa kita tidak melangkah ke depan tapi justru mengalami kemunduran-kemunduran. Mulut Garuda yang terbuka menunjukkan bahwa si burung adalah burung yang sudah tua dan/atau sakit-sakitan. Oleh karena itu, Indonesia mempunyai kesalahan pola, tidak pernah dipimpin oleh para pemuda, dan ‘sakit-sakitan’.

Dalam 9 hipotesis yang ditemukannya, salah satu objek kajian Mas Chandra adalah Pancasila. Berikut ini beberapa kesalahan lambang Pancasila :

- Sayap burung Garuda patah, mirip shuttlecock. Tidak mungkin ada burung yang bisa terbang dengan sayap seperti itu. Berbeda dengan lambang Negara Amerika Serikat yang berupa burung dengan bentangan sayap sangat lebar. Sebenarnya Nusantara pernah punya lambang semacam burung juga yang disebut jatayu (manusia berwujud burung) yang menyerupai Hanoman. Seandainya perisai Pancasila diletakkan pada jatayu, akan terlihat sangat gagah.

- Gambar rantai untuk melambangkan ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ menunjukkan adanya keterbelengguan atau peradaban budak.

- Pohon beringin sebagai lambang untuk ‘Persatuan Indonesia’ seharusnya ditambahi gambar pagar supaya tidak kabur.

- Sebagai simbol ‘Keadilan sosial’, gambar padinya terlalu sedikit sedangkan proporsi kapas terlampau besar. Ini menunjukkan adanya kebiasaan ‘Cari rejeki dikit terus tidur.’

“Sembilan puluh persen lambang BUMN kita mengandung makna kerugian. Lambang yang benar itu contohnya pada Lion Air, Gudang Garam, Sampoerna, “ ungkap Mas Chandra, “Dan pada tahun 2000 saya paling siap memberi nama untuk 8000 pulau di Indonesia.”

“Kalau nama Allah tidak bisa diubah, berarti setiap titik dan setiap warna dalam nama kita dan dalam negeri kita itu sangat berarti. Tuhan bilang, ‘Bangsamu iku taek. Wong saya yang bikin bintang e, kok malah saya disimbolkan dengan ciptaan Saya itu!’, Cak Nun menambahkan, yang segera disambut dengan tawa dari jamaah.

Mas Chandra melanjutkan dengan menguraikan keistimewaan yang sama-sama dimiliki oleh nama Allah dan nama Muhammad, yaitu dua huruf jejer. Selama ini yang kita ketahui huruf itu ada 26, tapi berdasar penelitian Mas Chandra ternyata ada 33 huruf. Huruf kembar merupakan huruf paling kuat di antara huruf-huruf yang ada, karena hanya dimiliki oleh Tuhan dan Nabi Muhammad. Huruf kembar/dempet itu memiliki unsur ketuhanan. Tapi sayangnya, tidak banyak orang yang memberi nama anaknya dengan nama yang mengandung huruf kembar itu. Contoh nama yang sangat kuat adalah Warren Buffet; dan kita bisa lihat sendiri bagaimana pengaruh kekuatan nama itu kepada si empunya.

Seorang di antara jamaah kemudian melontarkan pertanyaan, “Kalo memang nama punya pengaruh terhadap si pemilik, kenapa ada teman saya yang bernama Muhammad Yamin kok suka mabuk-mabukan sedangkan teman lain yang bernama Yosef Batista rajin sholat?” Disusul dengan pertanyaan yang hampir serupa dari sudut kanan panggung, “Mana yang lebih penting: memahami jajaran huruf dalam nama kita atau berusaha sekeras mungkin untuk menjadi baik?”

Kekuatan huruf kembar merupakan satu bagian dari 9-hipotesis. Keberadaan huruf Y dapat mengganggu si pemilik nama. Hal ini telah disadari oleh Citibank, yang menghindari penggunaan huruf Y dalam namanya (bukan Citybank atau City Bank) dan juga menambahkan simbol payung dari huruf I ke huruf I yang lain. Dalam sejarah, nabi-nabi yang huruf awal namanya I lebih produktif dibanding nabi-nabi yang namanya diawali huruf Y.

Kemungkinan lain yang mempengaruhi kondisi seseorang di samping nama adalah tanggal lahir. Selain itu, setelah berkeluarga, nama yang berperan dalam hidup seseorang adalah nama belakangnya.

Cak Nun memberikan tambahan pada pernyataan-pernyataan yang dilontarkan sebelumnya oleh Mas Chandra tersebut, “Huruf, nama, gambar, logo, simbol, merupakan salah satu unsur dari entitas manusia. Ada nama yang secara kuantitatif tidak memenuhi tapi bisa ditenggelamkan oleh kualitatif dari nama itu, sehingga komprehensi dari unsur-unsur itu harus juga dipelajari. Seperti juga Anda yang memakai akik, misalnya, jangan pernah mau Anda diatur oleh akik Anda. Andalah yang harus mengaturnya. Bisa saja kekuatan kualitatif membuat yang kuantitatif jadi sekunder. Anda ini pemegang mandat takdir Allah. Dia menitipkan persentase otoritas, ngasih fasilitas, ngasih perlindungan. Anda adalah khalifah. Anda punya kekuatan untuk mentakdirkan hidup Anda sampai batas yang diijinkan Allah. Jangan lupa untuk terus ingat bahwa semua yang ada pada kita adalah remeh. Yang salah pada SBY adalah dia tak punya kemampuan sedikitpun untuk menertawakan diri sendiri, maka pekerjaan itu harus disebar ke seluruh masyarakat Indonesia.”


Meng-kaji, Bernyanyi, dan Bergembira bersamaMeng-kaji, Bernyanyi, dan Bergembira bersama


Ada tiga poin yang dilontarkan Syaikh Nurshamad Kamba dalam forum Kenduri Cinta kali ini, yaitu :

1
“Dalam diskusi di Maiyah, seseungguhnya saya tidak pernah berniat sekali pun ingin menyampaikan ilmu atau nasihat, apalagi kalau itu disebut sebagai da’wah. Karena saya seseungguhnya mendapat wahyu bahwa seluruh ilmu yang saya pelajari secara akademis (yang tidak pernah saya pahami walaupun saya lulus), semua teori yang saya pelajari, hakikatnya ada pada hamba-Nya yang bernama Muhammad Ainun Nadjib. Dalam setiap forum Maiyah, berlaku sabda Rasulullah bahwa kalau setiap hari ilmu saya tidak bertambah berarti hidup saya tidak berkah. Di samping memperoleh ilmu untuk menerangi hidup kita ini, di Maiyah kita juga mendapat barokah.”

2
“Adalah sulit kita gambarkan kebersamaan ketika ada yang duluan melangkah, ada yang belum melangkah; ada yang ke kiri, ada yang ke kanan. Betapa sulitnya menyatukan hamba-hamba Allah. Silahkan melangkah ke kiri atau kanan, yang penting ada ketulusan (keikhlasan). Ini yang membedakan forum Maiyah dengan forum pengajian lainnya. Esensi agama adalah ikhlas, melakukan sesuatu dengan sukarela, dengan senang, dengan perasaan nyaman. Maka Allah sangat membenci riya’, klaim-klaim bahwa kita yang paling benar dan yang lain salah. Allah menipu kita dengan kesan bahwa kita sedang melakukan kebaikan, padahal yang kita lakukan adalah kerusakan. Maka hanya Allah-lah tempat kita bergantung satu-satunya.”

3
"Ketulusan yang ada di dalam forum kita ini adalah semacam penyangga dari tuntuhnya bangsa kita. Dalam hadits disebutkan bahwa malaikat selalu memberikan naungan kepada majlis yang di situ Allah diperkenalkan. Dan jangan sampai kita menganggap bahwa majlis itu selesai ketika sudah ditutup.”




“SBY ini sebenarnya presiden keempat di Indonesia, karena Habibie dan Megawati itu hanya ngelanjutin saja. Presiden pertama jatuh karena kudeta; yang kedua karena reformasi; yang ketiga oleh Sidang Istimewa (parlemen). Presiden keempat tidak mungkin jatuh melalui cara-cara seperti itu. Soal bagaimana, silahkan ditafsirkan,” ungkap Cak Nun.

“Karena Anda khalifah, Anda punya hak tawar, punya hak negosiasi. Doa itu hak tawar, dan Allah itu seneng kok ditawar. Salah satu modal kita dalam menawar Allah adalah melalui forum-forum seperti ini karena keikhlasannya.”

“Ada satu idiomatik bahwa Indonesia bisa diibaratkan sebagai sawah yang jumlah alang-alangnya melebihi batas. Bagaimana bisa? Karena padi-padi itu semakin tidak berani menjadi padi. Padi-padi itu menjadi gabug, dan saat ini alang-alang sudah hampir memenuhi seisi sawah. Maka Allah akan melakukan pencabutan alang-alang secara besar-besaran. Ada term rowasiyah, yaitu jodohnya gravitasi yang saat ini belum dikenal dunia Fisika. Pencabutan besar-besaran itu bisa melalui tsunami, bisa gempa, bisa amblesnya kota, dan sebagainya. Tapi itu bisa ditawar. Anda harus berani menjadi padi, yaitu berani berbuat baik. Saya hidup tidak karena atau untuk dipercaya oleh manusia.”

“Tahun ini dan tahun depan benar-benar akan ada penyingkalan besar-besaran, tapi kita tawar, kita negosiasi dengan bikin ketulusan forum seperti ini. Ini jelas bukan produk Allah SWT. Kalo nggak mana bisa? Tidak ada makhluk di seluruh alam semesta ini yang bisa tahan duduk sampai lewat jam tiga pagi tanpa mengharapkan apa-apa. Kekuatan Allah tajalli ke dalam tulang punggung Anda, ke dalam aliran darah Anda.”

“Cara tawar yang kedua adalah melalui keluarga. Silahkan Anda nyopet, asalkan uang hasil copetan itu Anda gunakan untuk member makan anak-istri. Syukur-syukur ya jangan nyopet. Yang ketiga adalah lewat ibadah. Ndak faseh ndak apa-apa. Nggak ada aturan dalam fiqih untuk faseh dan khusyuk. Masalah khusyuk iku masalah raimu. Lho terus gimana masak kita mau meregulasi kekhusyukan? Jadi jangan sok khusyuk kamu.”


 Ustadz wijayanto mengocok perut hadirin semua

Hampir pukul tiga pagi ketika Ustadz Wijayanto memulai sesinya. Lewat sebuah gamesederhana – di mana jamaah diminta melakukan tepuk tangan sesuai instruksi. Beliau menyimpulkan bahwa membangun kebersamaan itu mudah pada awalnya, tapi susah ketika sudah ada yang harus dikorbankan. Melangkah itu perlu kekuatan.

Menanggapi soal nama, Ustadz Wijayanto mengingatkan bahwa Rasulullah pernah mengubah nama, karena nama adalah idealisme yang ditanamkan. Di atas nama masih ada tanda, indeks, icon, dan simbol. Yang terakhir disebut adalah suatu tingkatan yang sudah punya konsekuensi.

Melanjutkan analogi yang digunakan Cak Nun untuk menggambarkan Indonesia saat ini, Ustadz Wijayanto memaparkan bahwa ketika yang ada di sawah itu padi, yang tumbuh kemudian adalah rumput. Dan rumput itu mengundang kehadiran binatang ternak. Menurut Imam Al-Ghazali, binatang ternak itu sifatnya nggak peduli, tapi nggak apa-apa. Tapi kalau sudah tumbuh alang-alang, yang datang adalah binatang buas. Binatang buas adalah binatang yang membahayakan.

Jika alang-alang itu dibiarkan saja, sawah akan menjadi hutan. Hutan mengundang binatang berbisa. Jika binatang buas memangsa makhluk lain untuk memenuhi kebutuhan perutnya, binatang berbisa menyerang hanya karena iseng. Dalam surah Thoha: 213 danAl-Kahfi: 122-124 digambarkan mengenai hal ini, yaitu ketika manusia berbuat kejahatan tapi justru bangga terhadap apa yang dilakukannya. Itulah jumud. “Orang kalo udah iseng, luar biasa.”

Ada beberapa sistem yang diberlakukan oleh Allah, yaitu sunatullahnusratullah, danqudratullah. Pada lapangan sunatullah, manusia harus bekerja keras untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Namun ada saat di mana Tuhan memberikan pertolongan tanpa bergantung pada sebab, yaitu dengan nusratullah dan qudratullah.

(Dok Foto: Agus Setiawan, Senin, 11 April 2011. 22:33)

KENDURI CINTA 11/02/2011 TIM JAKARTA

KENDURI CINTA 11/02/2011 TIM JAKARTA

Reportase Kenduri Cinta Januari 2011: 

TEMA: WAJIB MERASA
Mukaddimah Ditulis Oleh: Amien Subhan

Bisa merasa jangan hanya merasa bisa.

...Merasa gerah, berharap semilir angin menyejukkan. Merasa dingin berharap adanya selimut, bara perapian atau sinar mentari untuk menghangatkan. Merasa nyaman, nyenyaklah tidur, namun jangan sampai bangun kesiangan. Setelah bebas dan merdeka semestinya merdesa.

Wajib adalah suatu keharusan karena keterpaksaan, namun bolehlah kalu kita menyebut wajib sebagai sesuatu yang sudah semestinya, Sunatulloh. Maka, laksanakanlah kewajiban dengan keikhlasan seperti halnya (maaf) buang air besar.

Sesungguhnya kalau rasa pedas tidak disukai oleh warga bangsa, maka sekilo cabai tidaklah lebih berharga ketimbang sebungkus nasi. Apabila bermewah-mewah dirasa sebagai perbuatan yang memalukan, maka kesederhanaan sangat layak untuk ukuran kewibawaan, namun bukan berarti pura-pura miskin dapat dibenarkan. Demi menjadi manusia yang Adil dan Beradab, tidak sepantasnya kita mengemis selagi mampu berusaha semaksimal kemampuan dan tidaklah nyaman jika kita tetap menyimpan korek dalam saku sementara tahu tetangga butuh korek untuk menyalakan lilin saat mati lampu.

Selayaknya usaha pergerakan dan perjuangan dapat digalang dan disatukan sebab adanya persamaan perasaan yang kolektif untuk mengusahakan suatu perubahan. Pembentukan opini publik sering kali ditujukan untuk penggalangan kekuatan dan dukungan dengan tujuan terbentuk perasaan tidak nyaman sehingga terakumulasi keinginan adanya perubahan ditengah warga. Yang disayangkan, perubahan berdasarkan opini seringkali berbeda dari kenyataan dan perubahan ini bukan perubahan yang menjadi lebih baik.

Pemerintah sudah sepatutnya berlaku tidak adil dan sudah semestinya begitu, kewajiban pemerintah adalah memerintah rakyatnya yang merasa berhak untuk diperintah. Menggunakan peraturan, pemerintah teratur mengatur rakyat, begitulah adab antara pemerintah dan rakyat, supaya terwujud masyarakat yang teratur. Syaratnya peraturannya baik, pemerintahnya baik dalam memerintah dan rakyatnya selalu siap menjalankan perintah. Ketimpangan salah satu saja dari ketiganya akan menggagalkan usaha mewujudkan masyarakat yang teratur. Jadi bagaimana? Ini baru soal teratur untuk dapat aman dan tentram, belum soal kesejahteraan.

Seperti halnya tema-tema Kenduri Cinta sebelumnya, “WAJIB MERASA” bukanlah keharusan untuk memenjarakan letupan-letupan bahan pembahasan dalam kemesraan Maiyahan. Tanpa Rahman dan Rahimnya Alloh SWT dan pancararan Nur Muhammad kekasihNYA pastinya kendurian ini tak akan terlaksana. Silahkan hadir dan persiapkan diri jikalau sewaktu-waktu turun hujan.

Gresik, 02-02-2011 pukul 02:08 wib

"WAJIB MERASA"

oleh Kenduri Cinta pada 14 Februari 2011 jam 9:03
Ditulis Oleh: Red KC/Ratri Dian Ariani

Mengambil frasa “Wajib Merasa” sebagai judul, Kenduri Cinta edisi bulan Februari 2011 diawali dengan tilawah Al-Quran – seperti biasa – dan disusul dengan pementasan beberapa band, sebelum kemudian masuk ke sesi pertama diskusi. Duduk di depan ada lima pembicara dari berbagai latar belakang. Efendi, mengaku berasal dari Jami’atul Majnun yang kemudian berganti nama menjadi Jaring Madani, dengan sangat singkat menyampaikan bahwa ‘wajib merasa’ ini jika dibuka akan berbeda arah antara satu orang dengan yang lain. Poinnya adalah bahwa ketika manusia mencapai titik ‘wajib merasa’ ini, berarti menjadi dosa bila dia tidak melakukannya. Pada ujungnya, dilemparkannya satu pertanyaan : “Di pesantren kita itu belajar agama atau belajar Arab?”

 agung pambudi
Agung Pambudi, dengan latar belakang Komunitas Budaya Adiluhung Indonesia, mengawali uraiannya dengan bertanya mengenai silsilah dari ‘rasa’ itu sendiri karena Allah menciptakan langit dan bumi, semua ada silsilahnya. Berdasarkan penemuan pribadinya, sebelum ada apapun juga yang ada hanyalah Suwung (Hampa), tanpa koordinat, yang kemudian kehampaan itu menghasilkan materi. Dari Hampa, muncul Nur Illahi yang kemudian melahirkan Nur Muhammad. Nur Muhammad ini mengandung magnet yang mempunyai lima daya yaitu rasa, aroma, warna, hawa, dan suara. Sekumpulan magnet disebut ether. Sekumpulan ether disebut partikel. Sekumpulan partikel membentuk unsur. Sekumpulan unsur menjadi molekul. Sekumpulan molekul dinamakan organ. Organ-organ  yang menyatu, itulah raga. Inilah yang dinamakan tujuh lapis bumi.

Di samping mengandung magnet, Nur Muhammad juga melahirkan apa yang dinamakan tujuh lapis langit, yaitu :
  1. Naluri, pancaindera (melahirkan lima daya yang merupakan pilah-pilahane rasa), akal (mempunyai tiga daya : daya pikir, daya cipta, daya rencana)
  2. Amarah (sari patinya adalah api/geni/agni; merupakan sifat setan)
  3. Supiah (sari patinya air [H2O]; merupakan sifat tumbuhan)
  4. Alwamah (sari patinya angin; merupakan sifat binatang)
  5. Muthmainah (sari patinya tanah; melambangkan kesetiaan yang menjadi sifat malaikat)
  6. Ilusi (daya terawang di waktu tidur)
  7. Halusinasi (daya terawang di waktu terjaga)
Ilusi dan halusinasi ini bisa menjadi jembatan jin untuk menyampaikan informasi. Informasi yang berasal dari akal dan pancaindera dinamakan karomah, sedangkan jika ia berasal dari emosi dan ambisi, maka itulah yang dinamakan sihir.

Pembelajaran seperti yang diperoleh Nabi Muhammad di Gua Hira’, seperti yang diperoleh Sidhatta di Pohon Boddhi, itu disebut ngelmu, di mana Allah yang langsung menjadi Gurunya dan alam semesta menjadi kitabnya. Pembelajaran model inilah yang pada zaman dahulu menjadi salah satu metode pembelajaran, sehingga itulah mengapa leluhur kita punya kemampuan untuk moksha, kembali ke rahmatullah secara utuh : ruh dan juga raga.



Uraian di atas kemudian disambung oleh Ade Apriansyah yang memfokuskan uraiannya pada gerakan pengumpulan koin untuk Presiden SBY sebagai wujud rasa sayang rakyat kepada pemimpinnya, yang katanya sudah menyejahterakan rakyat, sudah menghapuskan kemiskinan, dan sudah-sudah yang lain.
Dika dari Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Indonesia, mendukung dan melengkapi uraian dari pembicara sebelumnya mengenai Gerakan Sayang Presiden. Diungkapkannya bahwa ketika saat ini para pejabat semakin sulit merasa, mengapa tidak kita balik saja menjadi : sebagai rakyat, mari kita pandai-pandai merasa. Terhitung sampai tanggal 11 Februari, untuk wilayah Jakarta saja koin yang terkumpul telah mencapai kisaran angka sepuluh juta. Koin-koin ini yang pada Valentine’s Day nanti akan diberikan secara simbolis ke Istana.

Ima, seorang aktivis pendidik dari Muhammadiyah, lebih banyak menceritakan pengalaman-pengalamannya yang penuh hikmah sebagai guru dan dosen. Salah satunya mengenai seorang mantan muridnya yang karena kecerdasannya selalu menempati ranking pertama dari SD sampai SMA. Tapi di tahun terakhirnya di SMA, dia menemui kenyataan pahit bahwa dia tidak lulus UAN. Hal ini membuatnya sangat terpuruk. Ima berhasil menguatkan pemuda itu untuk mengikuti Paket C kemudian apply ke universitas swasta. Segalanya berjalan baik-baik saja sampai pada suatu hari seorang dosen menganggapnya sebagai tidak pintar karena hanya lulusan Paket C. merasa sangat terhina, dipukulilah dosennya itu, sehingga dia terkena skors dan bahkan mendapat ancaman akan dikeluarkan dari universitas. Dari situ mulailah dia terjebak pada narkoba, menghamili pacarnya, dikejar-kejar orang tua karena tidak bertanggung jawab. Sampai keluarlah ucapan “Semuanya brengsek!” dari mulutnya. Hikmah yang bisa ditarik dari pengalaman ini adalah pemerintah tidak pernah merasa bahwa UAN dengan standar-standarnya terlalu berat untuk kita, padahal banyak aspek lain yang dapat dijadikan ukuran dalam prestasi seorang anak didik. Hikmah berikutnya adalah bahwa pada dasarnya manusia selalu ingin menjadi baik dan benar dalam setiap perilakunya. ‘Baik” itu tentang rasa, sedangkan ‘benar’ itu menyangkut aturan, menyangkut pemerintah. Mana yang kita kedepankan antara ‘baik’ dan ‘benar’ ini? Ima juga sedikit menyinggung masalah Ahmadiyah yang baru-baru ini sedang menjadi hot issue di Indonesia. Sederhana saja : kita semua ini hanyalah manusia, tidak usah menjadi tuhan-tuhan baru dengan menjustifikasi pihak-pihak yang bukan-kita.

Atas uraian dari kelima pembicara di sesi pertama ini,  muncul respon dari lima jamaah sebagai berikut :
  1. “Banyak orang tidak menjalankan shalat, puasa, dan sebagainya tapi mengaku sebagai seorang Muslim. Lalu sampai di mana batasan Islam itu? Sampai di mana kita harus menjalankan syariat?” [Indra]
  2. “Memang UAN punya dampak-dampak tertentu, memang banyak yang perlu dibenahi, tapi jangan UAN-nya yang disalahkan melainkan standar-standar dalam sistemnya. Saya adalah orang yang anti. Mungkin anti-SBY, mungkin anti sama temen-temen yang di depan. Pokoknya saya ini oposisi. Mengenai metode pembelajaran menyepi ke gunung, saya setuju dengan ‘menyepi’-nya, tapi tidak dengan ‘ke gunung’-nya. Pada zaman seperti sekarang ini menurut saya yang dibutuhkan adalah menyepi ke tempat-tempat seperti perpustakaan atau internet untuk menampung arus informasi.” [Budi dari Depok]
  3. “Sebagai seorang pemuda yang plural, saya memandang masalah Ahmadiyah sebagai sah-sah saja. Mengapa kita dibikin pusing oleh masalah semacam itu sedangkan di sekitar kita banyak masalah yang jauh lebih penting seperti korupsi dan sebagainya.” [Andreas]
  4. “Saya sepakat dengan gerakan koin-koin tadi. Memang kitalah – orang-orang miskin – yang seharusnya menyumbang, karena toh kita sudah terbiasa dengan kondisi tak punya uang. Inilah sinetron paling menggelikan di negeri ini. Mari terus kita kagumi para pemimpin kita itu.” [Abdullah dari Maluku]
  5. “Kalau memang ‘wajib-merasa’, lalu siapa yang mewajibkan? Ada nggak sumber hukum yang mewajibkan kita untuk merasa? Menurut saya, kita penuh dengan budaya merasa, sehingga kalimat yang kita lontarkan pun adalah ‘Saya rasa’, berbeda dengan kebudayaan Barat yang menggunakan ‘I think’. [Karim]

Satu demi satu pembicara merespon kembali respon-respon yang telah dilontarkan jamaah :
  1. “Allah mau mbikin dunia ini jadi seperti apa kan terserah Dia juga? Semua ini hanyalah skenario-Nya.”
  2.  “Menyepi ke gunung itu merupakan metode pembelajaran bidang ngelmu, bukan kawruh. Ketika Rasulullah pertama kali mendapatkan wahyu, itu masih dalam ranah pribadi. Kawruh hanya mengandalkan kekuatan pikiran. Bahkan seorang atheis pun bisa mempelajari ilmu tauhid, tapi tidak begitu dengan bidang ngelmu. Satu contoh sederhana : kebanyakan Muslim menghubungkan segala sesuatu dengan dalil. Segala sesuatu yang tidak ada dalilnya berarti bid’ah. Lalu siapa yang mengajari Bilal ber-adzan dan ber-iqomah? Itu kan nggak ada dalilnya, tapi ternyata masih dipakai bahkan sampai hari ini.”
  3. “Rasa adalah substansi dalam tubuh kita. Rasa adalah sifat kemanusiaan.”

Di tengah diskusi, tiga anak kecil yang sejak beberapa saat sebelumnya berlalu lalang menjajakan barang dagangannya diajak untuk ikut berdialog oleh moderator. Mereka adalah Kinaro, Arif dan adik perempuannya. Ketiganya tinggal di kolong Cikini. Ayah Kinaro seorang tukang ojek, dan ibunya seorang tukang cuci. Sama seperti ibu Kinaro, ibu dari Arif juga menjadi tukang cuci, tetapi ayahnya tinggal di Surabaya. Anak-anak kecil ini sama-sama duduk di bangku SD. Berikut ini cuplikan percakapan antara moderator dengan Kinaro :
Moderator : “Nanti kalo udah gede pengen jadi apa?”
Kinaro : “Dokter”
Moderator : “Kenapa dokter?”
Kinaro : “Enak, Lik!” (dan tawa pun mengalir dari segala arah)
Moderator : “Oke, jangan-jangan di antara mereka bertiga inilah yang akan membawa perbaikan bagi Indonesia? Mari kita bacakan Ummul Kitab, Al Fatihah, buat mereka bertiga.

Setelah penampilan dari seorang penyanyi punk-reggae, dimulailah sesi kedua dari Kenduri Cinta. Moderator memberikan pengantar mengenai ‘Rasa’ bisa menjadi faktor input bagi kita untuk berpikir, dan bisa juga menjadi output. Yang pertama kita kenal sebagai primary process of thinking, dan yang kedua sebagai secondary process of thinking.

Sebagai pembicara pertama ada Syekh Nursamad Kamba, yang memulai uraiannya dengan mengatakan bahwa jika sesi ini disebut sebagai sesi kedua, berarti semestinya menjadi lanjutan atas sesi sebelumnya. Sesi pertama telah membahas ilmu yang cukup mendalam, ilmu yang tidak bisa di-SKS-kan melainkan harus di-talaqqi (ditadah).

Muhammad Nursamad Kamba
Syekh Nursamad kamba berpendapat bahwa judul kali ini merupakan judul paling bagus dari sejarah panjang Kenduri Cinta, yang pasti didapat dari proses kontemplasi, dari sebuah proses perjalanan. Kata pertama dalam frasa ‘wajib merasa’, yaitu wajib, berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki dua makna. Makna pertama adalah pasti/otomatis. Bahasan teologisnya adalah : ‘Tuhan itu wajib wujudnya.’ Makna kedua adalah beban yang harus dilaksanakan. Urutannya adalah dari ‘merasa wajib’ menjadi ‘wajib merasa’. Ini harus menjadi perjalanan tauhid dari aktivitas epistemic manusia.

Proses berpikir dimulai dari keraguan (skeptic), yang kemudian diikuti dengan pencarian-pencarian jawaban. Inilah yang disebut sebagai scientific thinking. Dan sesungguhnya scientific thinking itu bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan Islam. Ada proses konversi dari kalamullah menjadi teks yang bisa dipahami manusia.

Seluruh proses pemikiran pada manusia sesungguhnya hanya terdiri dari input-proses-output. Penglihatan, pendengaran, dan sebagainya adalah jalur-jalur input yang diolah sehingga lahirlah suatu kesimpulan. Imam Al-Junaid pernah mengatakan, “Manusia itu tidak disalahkan karena adanya potensi2 dalam dirinya, yg disalahkan kalau dia mengikuti keinginan jiwanya yg tidak sesuai dengan harkatnya.” Para Muslim modern menyebutnya sebagai perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat.

Kemudian Syekh Nursamad melanjutkan bahasan mengenai bank dan ekonomi syariah, yang banyak disalahpahami di dunia modern ini sebagai sebatas pengucapan salam dan penggunaan istilah-istilah berbahasa Arab. Padahal Islam memandang bahwa harta sebagai unsure perekonomian itu tidak boleh virtual kecuali di-back up oleh harta riil. Maka seharusnya bank syariah nggak bicara soal valas, melainkan bergerak di sektor riil, membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Ekonomi syariah harus melibatkan pengumpulan zakat, wakaf, infaq, dan shodaqoh.

Agama Islam itu agama tauhid, dan tauhid itu artinya ‘menyatukan’ atau ‘mengintegrasikan’. Yang harus disatukan adalah seluruh potensi di dalam diri manusia terlebih dahulu. Berdasarkan redaksi yang dipakai Rasulullah, setan ada di dalam darah manusia. Jangan sampai input dan proses yang bagus tercemar oleh gangguan darah itu. Saingan berat Allah hanya satu, yaitu hawa nafsu manusia. Hawa nafsu inilah yang menutupi hati nurani manusia. Jika ini yang terjadi, ilmu yang diperoleh tidak menjadi efektif, tidak menjadi pikiran yang tereksternalisasi, tidak bisa menghasilkan print-out. Negara kita juga sedang mengalami masalah ini.

Mengapa Tuhan merasa ‘keberatan’ ketika manusia mengikuti hawa nafsunya? Bukankah Tuhan tidak akan mungkin merasa rugi bahkan ketika seluruh makhluk menentang-Nya sekalipun? Itu hanya karena Tuhan merasa tidak tega jika manusia terjerumus, karena manusia yang menuruti hawa nafsunya akan menjadi lebih hewan daripada hewan. Dalam tataran peradaban modern, manusia yang menggunakan scientific thinking tapi tidak waspada terhadap hawa nafsu dan setan akan terbalik antara kebenaran dengan ketidakbenaran.

Agama berfungsi untuk mengangkat manusia dari rasa itu. Jangan pernah merasa takabur dengan keberagamaan Anda, karena hal itu akan melukai hati Allah. Perasaan itu harus berdasar dari pikiran, pikiran itu harus jernih. Karena kita hidup dalam peradaban kapitalisme yang hanya berhenti pada pemuasan hawa nafsu, selalu ada riya’ dalam segala aktivitas kita. Dalam forum peradaban yang hanya mengandalkan materialism/ego manusia, agama hanya dijadikan alat pemenuhan hasrat kapitalis. Merasa adalah firasat. Ketika seluruh pemikiran Anda sudah dilepaskan dari hawa nafsu dan egoism, itulah firasat. Kalau sudah bersih egomu, baru engkau bisa memperjuangkan orang banyak.

Uraian dari Syekh Nursamad Kamba itu kemudian disambung dengan beberapa hal yang dipaparkan Sabrang yang datang agak terlambat sehingga tidak begitu mengikuti sesi sebelumnya. Sabrang menyebutkan tiga poin yang hendak dijadikannya pijakan dalam membahas judul Kenduri Cinta kali ini, yaitu : Kenapa demo antikekerasan dan bukannya prokedamaian?, Apa yang harusnya disatukan dengan tauhid?, Malaikat-manusia-setan ditinjau dari science.
Sabrang
Apa yang kita ketahui tentang malaikat? Berdasar informasi yang kita dapatkan, malaikat diciptakan dari cahaya. Cahaya adalah bentuk energy murni yang tidak bermassa, yang ditimbulkan oleh induksi antara magnetic field dan electric field secara terus-menerus. Ranah cahaya adalah elektromagnet, dan elektromagnet punya sifat yang pasti, mempunyai frekuensi. Manut begitu saja.

Jika malaikat berasal dari cahaya, setan diciptakan dengan bahan dasar api. Api berada dalam ranah reaksi. Api hanya ada ketika ada Oksigen yang bereaksi dengan zat lain. Besar dan kecilnya api itu sangat susah diprediksi, bisa menjadi sangat besar dan juga sangat kecil.

Manusia mengandung komponen reaksi dan juga komponen elektromagnet. Setiap fenomena dalam tubuh manusia adalah reaksi : darah, sistem syaraf, sistem pencernaan, dan seterusnya. Kita bisa ngomong reaksi kimia maupun reaksi terhadap impuls dari luar. Maka manusia membutuhkan komponen untuk menyeimbangkan keduanya. Komponen itu adalah hal unik yang tidak dimiliki malaikat maupun setan. Komponen itu adalah sambungan langsung dari Allah, yaitu ruh.

Maka dalam tauhid, yang harus kita integrasikan adalah reaksi, elektromagnetik, dan ruh. Al Quran ada dalam tiga hal : alam semesta (menimbulkan reaksi), buku/kitab (elektromagnet), dan dalam diri kita. Adanya sambungan langsung dengan Tuhan itulah yang menjadikan manusia wajib untuk merasa. Jika dihubungkan dengan antikekerasan, apakah dia masuk ke ranah reaksi atau pemikiran?. Rasa yang dari Tuhan adalah rasa yang bukan melalui impuls dari luar, rasa yang bukan berasal dari pemikiran maupun perasaan. Puasa mengajarkan kita bagaimana bisa mendengarkan ruh. “Ketika kita memberi pengemis, misalnya, apakah itu proses reaksi, elektromagnet, atau sambungan langsung dengan Allah?”
Pudji Asmanto
Sebagai pembicara ketiga ada Cak Pudji, yang mengawali uraiannya dengan memutar video berkaitan dengan judul. Cak Pudji mengajak para jamaah untuk sejenak berdiri, menghayati bumi yang kita pijak tiap hari tapi tidak kita sayangi. Padahal suatu hari nanti kita akan berada di dalam pelukannya, akan tidur di dalamnya.
Akan lebih baik kalau tiap hari kita berusaha untuk mengenal diri kita sendiri, sebab dengan begitu kita tidak akan menyalahkan kondisi apapun yang ada, dan dengannya kita akan menangkap bahwa dunia ini sungguh demikian lucunya.
Wajib itu seperti mata, membukanya dari bawah ke atas, maka kewajiban ditujukan kepada orang yang lebih tinggi (lebih tua, lebih senior, dan sebagainya). Rakyat dan pemerintah : mana yang lebih tinggi?
Tanggung jawab itu seperti mulut, membukanya dari atas ke bawah. Maka laporan presiden kepada rakyat seharusnya bukan laporan pertanggungjawaban melainkan laporan kewajiban.
Hak itu seperti telinga, diam saja, letaknya di belakang, ada di bagian kanan dan kiri. Maka jangan bicara hak selama kewajiban dan tanggung jawab belum dilaksanakan. Yang dimaksud hak itu meliputi juga hak kecopetan, hak dipisuhin, hak di-kamplengin, dan sebagainya.
Kita perlu redefinisi bahwa sebenarnya kita punya kewajiban, di mana kewajiban (have to) ini bukanlah sebab dan juga bukan akibat, melainkan kodrat.

Beberapa respon yang datang dari jamaah :
  1. Bagaimana cara  mendengarkan sambungan langsung dengan Allah itu?
  2. Ada kisah Nabi Musa yang menyalahkan pembahasaan seorang hamba kepada Tuhan yang dicintainya, tetapi ternyata Nabi Musa kemudian ditegur oleh Tuhan.
  3. Ada informasi bahwa anjing itu haram, tapi kok bisa masuk surga? PSK itu buruk, tapi kok bisa masuk surga hanya dengan member minum seekor anjing?
  4. Mengapa kita tidak melanjutkan sampai ke level ‘I’m sure’?
  5. Kalau kita ngomong sangkan paraning dumadi, ada kesejatian. Ada urusan yg harus kita selesaikan. Kita harus membangun sistematika untuk mewujudkan resolusi dalam konteks wajib merasa, agar tidak terjadi suatu stigma (seperti Ahmadiyah, teroris, dan sebagainya). Ada dialektika antara globalisasi dan kearifan lokal. Teroris diangkat untuk menghasilkan dollar. Masalah antaragama, antarsuku, diciptakan untuk menghasilkan rupiah, menimbulkan orang-orang paternalistik. Dalam uang tertulis klausa : In God we trust, menggambarkan adanya keterwakilan Tuhan di bumi. Harus ditemukan titik mana  hakikatnya, titik mana syariatnya. Realitanya nanti kita pulang akan berhadapan dengan itu. Ada persepsi untuk memandang ke depan, ada yang bisa dibenturkan antara globalisasi dan kearifan lokal: keris dan warangkanya. Yang mana keris yang mana warangka? Jangan dibenturkan.
  6. Ketika saya merasa kosong, bagaimana menciptakan ‘strum’-nya?
  7. Dalam sebuah perjalanan ada saat di mana kita harus mengerem, ada pula saat di mana kita harus nge-gas. Ada orang yang terlupa menekan gasnya, ada pula yang terlupa akan remnya. Mengapa kita tidak ngebut tapi dengan daya rem yang bagus?
Respon dari para jamaah tersebut kembali direspon oleh pembicara :
1. “Ketika saya ngomong ini masuk ke ranah ini, ranah itu, itu melalui proses riset dan konfirmasi. Misalnya di ranah massa ada ketinggian. Mekanisme yang saya sebut adalah sunatullah, yang juga terjadi dalam elektromagnetik. Begitu banyak dunia yang berbeda dengan mekanisme yang sama, yang berbeda hanya subjek-subjeknya. Perubahan entropi bisa kita analogikan ke massa. Gimana kita bisa tahu ‘ngeng’-nya orang? Itu hubungan langsung dengan Gusti Allah. Kita tidak akan punya metode untuk mengetahui hal itu. Islam sudah mengajarkan istikharah untuk mengeraskan suara ruh itu.

2. Kita perlu teliti dalam melihat perasaan atau pikiran. Setidaknya ada tiga ekspresi yang sering digunakan dalam pembicaraan orang, yaitu :
a. “Saya pikir” (I think)  ----> bisa salah ----> biasa dikatakan oleh mereka yang didominasi logika.
b. “Saya rasa” (I feel) ----> pasti kebenarannya ----> biasa diucapkan oleh golongan ustadz, ulama, budayawan
c. “Saya kira” ----> akeh salahe (baca: banyak salahnya, red) ---->paling banyak di TV

3. Pepemahaman saya, metafisika adalah hal-hal yang belum kita pahami secara utuh (kita belum cukup paham), maka approach-nya adalah dengan yakin/percaya. Di dunia ini Tuhan punya analogi yang loncat-loncat. Allah menyediakan anomaly di mana saja, dan itu bukan berarti tidak ada penyebabnya. Kisah si PSK adalah ketika itu dia menimba air dengan sangat susah payah tetapi ketika air sudah di tangan justru diberikannya kepada anjing yang kehausan, sehingga dia menemui ajal dengan melakukan perbuatan baik. Dalam QS Al Anbiyya, dijelaskan bahwa ada seorang pendeta yang luar biasa taat kepada Tuhannya. Pada suatu hari datang seekor belalang meminta perlindungan kepadanya, dan diiyakan oleh pendeta tersebut. Tetapi ketika kemudian istrinya meminta belalang itu, si pendeta memberikannya. Si belalang berdoa dan doanya didengar oleh Allah, sehingga dicabutlah iman dari si pendeta kemudian ditukarkan ke anjing. Nah, anjing inilah yang kemudian menjadi anjing Ashabul Kahfi.
4. Kalau kita tidak paham, jalan kita adalah percaya. Tapi jare sopo? Kenapa tidak kita beri level dalam diri kita : jangan langsung percaya, tapi tamping informasi-informasi yang kita peroleh sebagai wacana. Pada suatu hari, Allah akan member petunjuk atas wacana-wacana itu. Sebanyak mungkin kumpulkan wacana-wacana itu.

5. Yang bisa saya tawarkan hanyalah metode, bukan jawaban.

6. Saat di mana tidak ada reaksi apa-apa, di mana tidak punya strum apa-apa, justru itulah keadaan yang saya idam-idamkan seumur hidup.

7. Apakah kita ini berjalan atau diperjalankan? Berjalan dengan reaksi atau apa? Kalau kita memang diperjalankan, pertanyaan berikutnya adalah : kuatkah kita? Ketika kita bukan berjalan melainkan diperjalankan, cepat atau lambat menjadi tak jelas. Satu-satunya yang perlu dilakukan adalah meyakinkan bahwa perjalanan kita adalah diperjalankan.

8. Bingung itu perlu. Orang lapar perlu makan, orang haus perlu minum, dan orang bingung perlu petunjuk. Lha, petunjuknya minta sama Tuhan dong! Tuhan bisa ngomong langsung sama Anda, jangan percaya sama calo-calo kayak saya. Berdasar pengalaman, ternyata jawaban Tuhan atas kebingungan-kebingungan saya adalah kemudahan.
9. Kesuksesan itu diukur dari ketercapaian sesuatu yg kita harapkan. Ketika titik itu tercapai, yang muncul kemudian adalah tanggung jawab. Resep untuk mengobati kebingungan-kebingungan kita adalah :
a. Mohon kepada-Nya
b. pantaskan diri Anda untuk memohon kepada-Nya
c. lakukan hal-hal besar sesuai dengan ajaran

10. Setiap saat sebenarnya kita diberi rezeki oleh Tuhan, tapi kita terlalu malas untuk korah-korah (cuci piring) sehingga rezeki kita tertunda. Setiap saat kita butuh korah-korah. Kalau ada orang yang salah, sayalah yang paling salah. Kalau ada orang yang buruk, sayalah yang paling buruk.
11. Ketika kita pergi ke pasar untuk membeli salak, jangan menutup mata terhadap durian. Kewaspadaan terhadap semua indera itu oke juga kalau terus diluaskan.

(Dok Foto: Agus Setiawan,12 Februari 2011)